Selasa, 11 Januari 2011

Ontologi Kelab Fiksi, 16 Desember 2010

I.

tolong tutup sedikit celah pintu di kulit ini,

atau minimal, tariklah sebentar nafasmu,

untuk ciptakan hawa hangat.

semakin tinggi pohon, makin keras angin yang menerpa,

kasihan pohon yang tinggi itu,

kami yang di bawah sini pun kedinginan.

(Adhi Fahmi, Jurnal 09)

II.

gumpalan nafas menari di udara,

menyambut kawanan baru yang terlahir di dunia.

tercipta berkat rasa.

alunan nada perlahan menghilang.

tenggelam,

lalu terbang.

melesat dalam bayang.

(Ifa Paramitha, Jurnal 07)

III.

derap langkah mereka tak pernah henti. menjejak lamunan dalam perasaan risih. terkadang, bahkan menjadi bahan caci maki. mereka hanya berharap dosanya kan tercuci. meski dalam ingatannya, setiap manusia tidaklah suci. harapannya membuncah begitu menjadi. langkahnya semakin cepat seolah berlari. tak henti termakan hari. apa yang membuatku begitu benci? tunjukanlah pada mereka satu hati. sekumpulan pria yang mencintai sesama lelaki. aku hanya menjerit dalam hati, TAI !!!!!

(Frasetya Vady Aditya, Jurnal 09)

IV.

Gila benar-benar gila

Aku kesal dengan diriku ini

Lemah karena aku tak berani

Aku tahu ini berat

Untuk meraih hatimu

Segala emosi ku

Entah apa yang aku kejar

Lepas dari semua amarahku

Luluh di dalam hatiku

Yang paling dalam

Gila segila-gilanya

Waktuku hanya untukmu

Semua hanya untukmu

Aku akan mengatakan sesuatu

Yang paling buatku menyukaimu

Aku suka senyummu

Namun itu membuatku menjadi

Gila segila-gilanya

Lepas ku melayang

Oh karena dirimu....

(Satria Perdana, Jurnal 09)

V.

pohon, hijau, berdiri, melindungi, meneduhkan

langit, biru, putih, mengambang, menenangkan

dan saya merasa sangat beruntung masih bisa menikmati keduanya

seberuntung hatiku yang masih bisa berlari

..................................................

..................................................

..................................................

hati, akal, dan tubuhku adalah syaratku mendapatkan hati, akal, dan tubuhmu.

akan ikhlas kuberikan padamu asal sesuai dengan norma ilahi

seikhlas pohon yang memberikan hijau, perlindungan, peneduhan

seikhlas langit yang memberikan biru, putih, ketenangan.

(Hafiyan Lindur (Apache), Jurnal 07)

VI.

terjebak dalam rutinitas

hingga meranggas

dan tanpa batas,

lalu, mau jadi apa aku setelah lulus?

(Lala Merdekawati, Jurnal 07)

VII.

ANJING !!! dentuman musik bernada sumbang itu mengganggu telingaku.

malahan sekarang sudah masuk ke kerongkongan, menjalar masuk pembuluh darah.

sekarang, teman-teman diskusiku ikut tertular. lingkaran duduk kami jadi penyakitan.

oh, sungguh kesal tak tertahankan.

Grrrr.

(Baghendra Lodra, Jurnal 06)

VIII.

pada waktu yang selang,

dan langit sedang dirundung malang,

ah, kita masih duduk,

untuk tujuan yang tak satu setan pun mengerti

atau Tuhan yang berbaik hati,

menempatkanku padamu,

atau memang bumi,

yang pasrah untuk kita tempati selalu?

(Dimas Dito, Jurnal 07)

IX

salah, ucapkan selamat tinggal terlalu dini.

tabung-tabung perak dentumkan keroncongan.

sungguhpun ada lembaran serial.

kulambaikan sampai jumpa esok hari,

terlalu dini.

(Haekal Adzani, Jurnal 07)