Kamis, 11 Agustus 2011

Gunturku Bukan Anak Lelaki Seberang Jalan

Guntur kali ini bukan sang geledek di awan yang seenak bujur main ambu dengan bumi.

Sempat menggetarkan namun bisa-bisanya hanya main-main dan sesekali!

Apalagi-lah gunturku bukan anak lelaki seberang jalan yang biasanya lontar ledek

Ini guntur

gunturku

dan guntur bagi semua dzat yang mendarah dagingnya

guntur ini akan kubagi

kupreteli hingga imaji tangguh yang liar, yang dicipta para penakluk membuatmu terbuai terhipnotis

Tinggi menjulang

Gunturku setapak alur terjal dan sungguh jalanglah ia. Mata air yang sempat menghibur dan jernih terasa, serta merta hutan singkat yang bisik anginnya kerap menenangkan. Lantas selanjutnya kau akan terpaku dengan sehamparan ilalang kering bagai sabana Afrika pengiring tapak kokoh pasang kaki. Bermuara pada dahaga puas dan pucaknya itu yang sungguh hijau, megah, luas. 2000 lebih mdpl dan semesta tak henti mendekap. Semesta dan saripati pegunungan dunia pun turut berbisik, “Jadilah, hey, manusia melebur dengan guntur dan alam liarnya.”

Guntur dan aku salinglah bernegoisasi dan berinisiasi hingga tiada pihak yang merugi. Aku bukanlah penakluk guntur, melainkan penakluk diri sendiri.

- Tristia Riskawati, Jurnal 09

1 komentar: