Senin, 21 November 2011

Gun is Fired - 001

Halo...fkldsofjboashndrou8g5423895t2bt5
Sebenarnya saya bingung harus menyapa seperti apa.
Pertama saya minta maaf untuk pemilik asli akun ini.
...shnklnflk;sadhn;

Saya tidak akan menghapus atau mengedit apa yang saya tulis di sini karena jika saya harus mengulangnya, saya tidak yakin masih mengingat atau tidak apa yang akan saya tuliskan.

Setidaknya saya harus meninggalkan jejak di sini.
Ini akan jadi catatan ingatan saya.
Blog ini terkoneksi dengan alamat email yang saya ingat.
Bagaimana saya bisa tahu lalu ingat email dan password-nya? Entahlah.

Ingatan sekecil apapun sangat berharga bagi saya untuk saat ini,
karena saya tidak ingat apa yang terjadi sampai saya tersadar di depan laptop yang tercolok modem ini.
Kenapa saya ada di depan laptop pun saya tidak ingat.
Apa yang terjadi kemarin, bulan lalu, tahun lalu? Tidak ada di ingatan saya.
Apa yang terjadi tadi pagi? Itu pun tak ada dalam ingatan saya.
Siapa teman atau sahabat saya? Siapa keluarga saya? Apa pekerjaan saya? Saya tidak tahu. foirh3qw[orh4p9h3qw50r812

Hanya email ini dengan password-nya, nama, -oya nama saya Gif, hanya itu yang saya ingat-, lalu yang saya ingat lagi saya besar di antara persaingan pedagang, perebutan kekuasaan preman-preman kelas teri, teriakan-teriakan, dan "kehangatan" lingkungan terminal, sub terminal tepatnya, terminal kecil di batas kota.
Saya sendiri bingung, kenapa cuma ada ingatan itu di otak saya.

Ya..saya bisa lebih berharap dengan adanya handphone yang ada di saku, beserta flashdisk, saya akan menemukan petunjuk lebih atau menguak ingatan lain. Saya menemukan dompet merah di saku yang di dalamnya hanya ada uang, tak ada kartu identitas, foto, atau kartu nama orang lain.

Dan perlu saya catat di sini, di samping laptop tempat saya mengetik sekarang,
ada sebuah pistol laras pendek.
Saya tidak mengenal apa tipenya, tapi saya tidak merasa asing saat memegangnya, seakan saya sering menggunakannya. Saya pun bisa mengecek isi pelurunya, dan ternyata masih penuh.

Kondisi sekarang saya masih ada di sebuah kamar di sebuah rumah yang setelah saya cek ternyata kosong. Saya langsung mencari-cari alat tulis, ya buku atau kertas dan pulpen begitu tadi mulai bisa mengendalikan pikiran pascasiuman, tapi tidak saya temukan.
Satu-satunya jalan untuk meninggalkan jejak roti saat masuk labirin ini ya dengan menulis di media yang saya sendiri tak sadar, tahu email dan password-nya ini.

Mungkin sementara demikian. Saya harus memastikan saya ada dimana, dan mencari klu-klu lain yang bisa menguak identitas saya dan apa yang telah saya lakukan.
Laptop ini dengan modemnya dan pistol akan saya bawa dalam tas selempang. Entah tas siapa ini.

Titik

4 komentar:

  1. Gif,
    Ini sangat mungkin dikembangkan jadi novel ..

    BalasHapus
  2. Memang itu maksud saya Bu.
    Namun ternyata, sulitnya menjaga konsistensi untuk menulis.
    Ada tips Bu?

    BalasHapus
  3. Gif,
    coba disiplinkan dirimu untuk mengembangkan novel ini misal sekian halaman sehari...
    Jangan terlalu kaku menulis dari awal-akhir...
    Bayangkan saja membangun puzzle...mulai dari bagian yang dirimu merasa paling 'nyaman'...
    Ketika rasanya sudah tidak ada ide baru, maka coba urutkan kepingan puzzle tadi...Biasanya akan ada saja bagian yang harus ditambah, dipotong sehingga kepingan2 itu jadi puzzle utuh....
    Itu aku lakukan ketika menulis Rahasia Dua Hati...

    BalasHapus
  4. Wow, tipsnya MANTAP Bu...
    Terima kasih banyak.
    Akan saya aplikasikan.

    BalasHapus